Halaman

Kamis, 27 Maret 2014

Memahami Skema Pencucian Uang

Pada 3 Oktober 2013, KPK menangkap Tubagus Chairi Wardana alias Wawan, adik dari gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah sekaligus suami dari Airin Rachmy Diany. Wawan didakwa dengan tuduhan tindak pidana korupsi dan money laundering (pencucian uang).

Sebagian asset atau kekayaan Wawan disita, diantaranya berupa 42 unit mobil mewah. Berdasarkan Laporan Kekayaan Harta Penyelenggara Negara (LKHPN), harta kekayaan Airin istri Wawan pada Agustus 2010 (4 tahun lalu) mencapai Rp103 miliar, yang 22,1 milyar di antaranya berupa mobil mewah. Selain Wawan, KPK juga memeriksa sejumlah artis cantik yang diduga menerima asset dari Wawan. Berdasarkan penyelidikan, asset yang dimiliki Wawan diperkirakan mencapai lebih dari 100 item berupa tanah, bangunan, dan kendaraan yang tersebar di 4 provinsi, yaitu Banten, Jakarta, Jawa Barat dan Bali.

Sebagai seorang yang bekerja di bidang akuntansi, saya tertarik untuk membahas pencucian uang. Karena, baik secara langsung maupun tak langsung, tindak pidana pencucian uang ini memiliki kaitan dengan dunia akuntansi, dan tidak mustahil jika suatu saat Anda sebagai seorang akuntan akan menjumpai praktik tersebut. Pengetahuan ini tidak bermaksud menjadikan Anda sebagai seorang yang ahli dalam melakukan pencucian uang, melainkan mengenali gejala pencucian uang sehingga sebisa mungkin dapat menghindari ataupun melaporkan pencucian uang kepada penegak hukum.

Pencucian uang adalah proses mengaburkan atau menghilangkan jejak asal-usul uang tunai yang didapat dengan cara ilegal seperti korupsi, merampok, jual-beli barang terlarang, dlsb. Untuk diketahui, kelompok pemegang uang tunai terbanyak di dunia adalah kelompok yang memperoleh uang dengan cara ilegal, misalnya merampok bank, bisnis narkoba, dll.

Kita mungkin masih ingat film Fast & Furios 5, dimana Hernan Reyes, tokoh antagonis dalam film tersebut, memiliki uang sebesar US$100 juta (setara dengan Rp1,2 triliun dengan kurs Maret 2014) dalam bentuk tunai. Dalam kehidupan nyata, ada Pablo Escobar, raja kokain dari Kolombia yang kekayaannya mencapai US$ 25-30 miliar. Menurut Factsildes, Escobar memiliki begitu banyak uang tunai sampai-sampai 1 milyar dolar uangnya dimakan oleh tikus.

Konsep dasar pencucian uang adalah mengubah uang tunai yang diperoleh secara ilegal menjadi entitas atau bentuk kekayaan lain, biasanya di negara lain, dan mengubahnya kembali menjadi asset atau kekayaan yang sah menurut hukum. Sebagai contoh, pelaku korupsi mengubah uangnya dalam bentuk rekening bank di beberapa negara, kemudian setelah asal-usul uang tersebut mulai kabur lalu diinvestasikan dalam bisnis yang sah, misalnya restoran, properti, dll. Semakin panjang dan kompleks, yaitu melibatkan banyak orang atau entitas di banyak negara, pencucian uang semakin susah ditelusuri oleh penegak hukum. Namun, praktik seperti ini memiliki resiko yang cukup besar, dimana salah satu entitas tadi kemungkinan akan membawa lari uang tersebut. Beberapa skema yang lazim dilakukan dalam pencucian uang adalah sebagai berikut:

Penempatan di lembaga keuangan. Uang tunai yang diperoleh dengan cara ilegal disimpan dalam rekening di bank. Namun, hal ini sulit dilakukan karena pada umumnya pemerintah suatu negara mengawasi deposito dalam jumlah yang besar. Di Indonesia, ada PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Laporan Keuangan) yang dibentuk untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Untuk menyiasatinya, deposito dibuat dalam jumlah kecil dalam beberapa rekening.

Pemindahan uang tunai. Setelah uang disimpan, uang akan ditransfer ke banyak rekening di beberapa negara dengan tujuan agar transfer tersebut sulit ditelusuri. Skema ini biasanya dilakukan dengan mentransfer uang ke underground banking (perbankan bawah tanah), yaitu sistem perbankan di suatu negara dimana bank tidak wajib melaporkan ke pemerintah, shell companies (perusahaan palsu, atau ke bisnis legal.

Konversi uang tunai menjadi asset. Setelah asal-usul uang tunai dikaburkan atau dihilangkan, uang tersebut akan ‘dibersihkan’, biasanya dilakukan dengan cara dibelikan asset, misalnya kendaraan, tanah, rumah, gedung, dll.

Dalam praktiknya, pencucian uang ini bisa sangat kompleks dan melibatkan banyak orang dari berbagai profesi–tentu dengan cara ilegal pula seperti suap, meliputi pengacara, bankir, hingga akuntan. Persis seperti yang dikatakan Escobar saat ditanya bagaimana dia menjalankan bisnis haramnya: “Simple—you bribe someone here, you bribe someone there, and you pay a friendly banker to help you bring the money back.” [Sederhana, cukup suap sini, suap sana, lalu bayar seorang bankir yang ramah untuk membawa uang Anda kembali].

Sumber: http://planetakuntansi.com/memahami-skema-pencucian-uang/

Sabtu, 27 Juli 2013

Serial Excel: Mengkonversi Nilai Angka Menjadi Huruf



Sewaktu duduk di bangku kuliah, kita pasti pernah mengalami sistem penilaian yang berbeda dengan saat di SMA. Waktu SMA, nilai mata pelajaran dinilai dengan angka, misalnya dari 0-10 atau dari 0-100. Sedangkan pada saat kuliah, nilai mata kuliah tidak disajikan dalam bentuk angka, melainkan huruf abjad A, B, C, D dan E. Nah pada kesempatan ini, saya akan berbagi tips bagaimana cara mengkonversi nilai angka menjadi huruf dengan menggunakan Excel.

Misalnya saja, Anda adalah seorang dosen sebuah universitas. Pada akhir perkuliahan Anda harus membuat daftar nilai mahasiswa dalam bentuk Angka. Dengan hanya menggunakan satu rumus atau formula Microsoft Excel, yaitu formula IF, Anda bisa dengan mudah mengkonversi nilai dalam bentuk angka kedalam bentuk huruf.

Misalnya, range atau rentang nilai mata kuliah yang akan Anda berikan adalah 1-100. Nilai akhir mata kuliah terdiri dari empat komponen yaitu: Tugas, Absensi, UTS dan UAS dengan bobot masing-masing 15%, 15%, 25% dan 45%.

Adapun ketentuan Nilai adalah sbb:










 Caranya sangat mudah, sbb: 
  • Buat tabel dengan kolom yang berisi Nomor Urut, Nomor Induk Mahasiswa (NIM), Nama, Komponen Nilai dan Nilai.




  • Buat rumus untuk nilai akhir, yaitu:
Nilai Akhir = (Tugas x 15%) + (Absensi x 15%) + (UTS x 25%) + (UAS x 45%)
  • Buat rumus untuk mengkonversi nilai dalam angka menjadi huruf dengan formula IF bersarang seperti berikut:
Formula IF adalah formula yang digunakan untuk memproses lebih lanjut suatu kondisi yang memiliki dua nilai yaitu TRUE dan FALSE.
Syntax

IF(logical_test,value_if_true,value_if_false)

=IF(I5<=49;"E";IF(I5<=59;"D";IF(I5<=69;"C";IF(I5<=84;"B";IF(I5<=100;"A")))))

Penjelasan dari rumus tersebut kira-kira begini:

Jika nilai <= 49 --> E
        Jika nilai <= 59 --> D
                        Jika nilai <= 69 --> C
                                        Jika nilai <= 84 --> B
                                                        Jika nilai <= 100 --> A
















Catatan
Penggunaan rumus IF bersarang di atas sebenarnya masih terdapat kekurangan, yaitu untuk semua nilai yang kurang dari atau 49, baik itu positif (misalnya +20) maupun negatif (misalnya -20) secara otomatis akan dikonversi menjadi huruf E. Sedangkan, untuk nilai lebih besar dari 100, pada kolom nilai huruf akan dinyatakan FALSE. Untuk menghindari nilai negatif dan nilai FALSE, pastikan semua nilai yang diisi kedalam kolom nilai merupakan nilai dengan rentang 1-100. Toh pada kenyataannya, tidak ada nilai minus atau negative. :)